Bani Israel fokus ke Jawa?
Saat ini fokus mereka adalah Indonesia khususnya Tanah Jawa, mengapa Jawa? Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa “Ulama-ulama (ilmuwan) Bani Israel” mengenal Al-Qur’an sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya sendiri, tentu saat ini sebenarnya banyak ilmuwan Bani Israel yang mengetahui fakta-fakta yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an. Salah satunya adalah tentang Nabi Daud A.S. dan Nabi Sulaiman A.S.
Cobalah kita mengambil ibrah dari kemampuan Nabi Daud AS dalam teknologi peleburan besi dan manajemen pengelolaan gunung yang diwariskan di Tanah Jawa (Atlantis) banyak meninggalkan bangunan-bangunan misteri semisal Candi Borobudur, Piramida-piramida Mesir dan Piramida Aztek.
Dalam peradaban ini para pendirinya adalah 3 sosok yang luar biasa yaitu Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS dan Ratu Bilqis yang masing-masing diberi kelebihan oleh Allah SWT.
Sampai saat ini negeri kita adalah satu-satunya negeri yang paling banyak diwarisi gunung berapi dan deposit besi titanium tak terbatas, yang tersebar di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Besi titanium ini sejak zaman Nabi Daud sampai sekarang digunakan sebagai bahan baku pembuatan senjata khususnya KERIS.
Besi titanium ini juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan “pesawat ruang angkasa”, dan saat ini disekitar Candi Borobudur sedang dipersiapkan berdirinya Perguruan Tinggi Nuklir yang akan mempersiapkan desain dan pembuatan Pesawat Piring Terbang oleh Tim SSQ, hanya dengan menguasai teknologi pesawat piring terbang, ummat Islam bakal mampu mengalahkan Zionis Israel dan para pendukungnya yang cenderung semakin destruktif di muka Bumi.
Yahudi memang hanya bisa dikalahkan oleh Yahudi beriman karena memang kecerdasan dan ilmunya juga sepadan. Tapi aneh bin ajaib, sekarang ini banyak perusahaan-perusahaan skala dunia yang secara tersembunyi berafiliasi dengan Israel berlomba-lomba mengajukan ijin untuk mendirikan pabrik peleburan besi titanium di pantai selatan Jawa.
Sementara perusahaan-perusahaan besar lainnya yang sebagian besar juga milik orang Yahudi, baik Yahudi Eropa maupun Amerika sudah malang melintang menguasai hajat hidup bangsa Indonesia, sepertinya mereka akan mengembalikan penjajahan ala VOC tempo dulu (VOC adalah perusahaan milik Yahudi Belanda yang berhasil menjajah Indonesia pada masa kolonial Belanda).
Relief Candi Cetho dan Candi Penataran adalah informasi tentang “Kekhalifahan Nusantara”?
Fakta baru tentang relief “Candi Cheto” di Karang Anyar dan “Candi Panataran” di Jawa Timur terdapat relief-relief yang menggambarkan seorang raja (Jawa/Nusantara) yang dihormati oleh suku / relief / patung mirip Suku Maya, Sumeria, Aztec, bahkan figur Yahudi dan lainnya.
Pertanyaannya adalah fenomena apakah ini? Selama ini sejarah negeri kita dibuatkan oleh para “Ilmuwan Barat (Ulama Bani Israel)” dan sebagian besar bangsa kita mengamini tanpa reserve, karya-karya mereka menjadi buku wajib bagi sekolah-sekolah kita.
Secara tidak sadar generasi kita mengalami cuci otak dalam waktu yang relatif lama, tugas kita sekarang adalah merekonstruksi kembali sejarah masa lampau Nusantara ini berdasarkan Al-Qur’an dengan cara mem-pazl-kannya dengan peninggalan-peninggalan nenek moyang kita khususnya candi-candi di Tanah Jawa dimana istilah candi ini dalam Al-Qur’an disebut “Mihrab”.
Kalau anda baca kisah “Syailendra” di Museum “Trowulan” Mojokerto dimana dikisahkan bahwa di Tanah Jawa ada raja bernama Syailendra yang mampu menaklukkan gunung dan sanggup memutarnya saat melawan “seorang raksasa”.
Dalam sejarah Islam sendiri, kita mengenal Nabi Daud adalah satu-satunya nabi yang memiliki mu’jizat sanggup menaklukkan gunung, bahkan Al-Qur’an menyatakan gunung diputar untuk Nabi Daud A.S. dan dalam kisah lain pun Nabi Daud A.S pernah mengalahkan seorang raksasa bernama “Jalut”, dialah ayah dari Nabi Sulaiman a.s.
Daoed Joesoef (mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) dalam bukunya “Borobudur” pada halaman 43, menjelaskan:
“Makna dari kata Sailendra berasal dari kata “Saila Indra” yang artinya Raja Gunung atau dari beberapa sumber, makna Sailendra inipun berasal dari kata “Salin Indra” yang artinya bisa menguasai/berganti-ganti alam, yaitu alam manusia, alam jin / setan, alam binatang dan lain-lain.”
Satu-satunya Nabi yang menguasai alam-alam ini, sehingga mampu berkomunikasi bahkan menguasainya adalah Nabi Sulaiman a.s. :
“Dan Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata, ‘Hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang bahasa burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya semua itu benar-benar suatu karunia yang nyata”.
Jadi sebenarnya relief pada Candi Ceto dan Candi Penataran adalah informasi tentang “Kekhalifahan Nusantara” yang menjadi “Super Power Dunia” dibawah kepemimpinan Nabi Daud A.S., kemudian diwariskan kepada Nabi Sulaiman A.S. bersama-sama Ratu Bilqis
Adapun perkiraan peta imajinatifnya dan sebaran etniknya adalah sebagai berikut: Dalam “Peta Bumi itu Al-Quran”, ternyata ayat-ayat Al-Qur’an dapat di-pazl-kan dengan ayat-ayat bergambar di Bumi.
Salah satu ayat bergambar adalah “Candi Borobudur” dimana pada relief lantai 3 candi tersebut terdapat kisah tentang Nabi Daud, Nabi Sulaiman, burung Hud Hud dan Taabut Perjanjian, sedang Komplek Candi Prambanan dan Komplek Istana “Ratu Boko” merupakan ayat bergambar yg bercerita tentang “Kisah Ratu Bilqis dan Nabi Sulaiman”.
Ada hubungan antara Sleman, Sulaiman dan Syailendra?
Di Yogyakarta ada negeri bernama “Sleman” yang sejatinya adalah “Negeri Sulaiman” dengan “Temple of Solomon”-nya yaitu “Candi Borobudur”, Negeri Sleman ini dalam bahasa Ibraninya “Yerusalem” dimana dalam teks-teks Yahudi disebut Israel Selatan yang diperuntukkan bagi “Suku Yehudza dan Benyamin”.
Suku ini dikenal sebagai “Kaum Pertukangan”, berambut keriting, dipimpin oleh Nabi Daud A.S. dan Nabi Sulaiman A.S., sedang Israel Utara disebut juga dengan “Negeri Samaria”, diperuntukkan bagi 10 Suku Bani Israel yg lain, dimana di Negeri Samaria ini terdapat sebuah gunung bernama “Gunung Moriah” yg lebih dikenal dengan sebutan “Bukit Zion”.
Dalam mitologi tentang “Negeri Semarang” disebutkan bahwa nama semarang diambilkan dari nama “Bethara Semar” alias “Bethara Samara”, apabila dikaitkan dengan pembagian wilayah atas Kerajaan Sulaiman di atas, maka sejatinya “Negeri Semarang” adalah “Negeri Samaria” dan “Gunung Muria” sebenarnya adalah “Gunung Moriah” atau “Bukit Zion” yg dijadikan simbol perjuangan “Kaum Zionis Israel”
Wilayahnya terbentang sampai Borneo Utara (apakah sebuah kebetulan Pulau “Kalimantan” juga disebut “Pulau Semar”?), Laut Cina Selatan ketika masih berupa daratan hingga Indo China, Malaysia, Sumatra, Sulawesi hingga Papua.
Ketika terjadi banjir besar di “Benua Nusantara” dan menenggelamkan sebagian besar wilayah Samaria, maka jadilah apa yg disebut dalam teks-teks Yahudi sebagai “10 Suku Bani Israel yang hilang”, dan dalam kurun waktu ribuan tahun jadilah Yehudza atau suku “Jews”, menjadi suku “Jawa”.
Suku Simeon menjadi Suku Batak, dan suku-suku lain yang terindikasi sebagai 10 suku Israel yang hilang antara lain Suku Jepang asli, Suku Pathan Afghanistan, Suku Kashmir, Suku Manasye Myanmar, Suku Kochin India dan Suku Chiang China.
Dari uraian di atas, maka wajarlah apabila Rasulullah pernah bersabda : Tuntutlah ilmu walau ke “Negeri Syain”, pertanyaannya adalah dimanakah Negeri Syain itu?
Selama ini ummat Islam menyebut Negeri Syain adalah Negeri Cina, padahal sebenarnya adalah Negeri Syain adalah “Negeri Syailedra” yang jauh lebih maju dibandingkan Negeri Cina yang saat itu masih dilanda peperangan antar dinasti.
Bantahan Teori Borobudur Peninggalan Nabi Sulaiman A.S.
Sebagian orang mungkin bisa jadi mempercayai teori yang telah dijabarkan diatas tersebut. Namun apa yang dijabarkan berada pada tafsir yang sangat salah. Al-Qurannya benar, ayatnya benar, tapi penafsirnya yang keblinger alias “ngaco” oleh teori “cocokologi”.
Candi Borobudur semenjak lama memang diyakini sebagai peninggalan Dinasti Sailendra dari Kerajaan Mataram Kuno pada abad ke-8. Lalu ada seseorang bernama KH. Fahmi Basya yang mencetuskan sebuah teori bahwa Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman dan Indonesia adalah Negeri Saba. Ia mengklaim memiliki bukti-bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung teorinya. Benarkah demikian?
Dalam Islam tidak dikenal perintah untuk membuat patung makhluk hidup, apalagi untuk bersembah di depannya. Maka teori tentang Borobudur peninggalan Nabi Sulaiman AS, dibuat buku pembantahannya.
Candi Borobudur dan semuanya yang terkait merujuk kepada Pertapa Siddharta dari India, tak beda dengan patung-patung Buddha di belahan dunia lainnya.
Patung-patung itu bukanlah patung Nabi Sulaiman atau bidadara surga yang meniru model Nabi Sulaiman sebagaimana klaim KH. Fahmi Basya dalam bukunya.
Bukti-bukti yang diajukannya diperiksa kebenarannya satu demi satu dalam buku bantahan yang ditulis oleh Seno Panyadewa yang menyatakan bahwa buku ini memang tidak semestinya terbit jika buku KH. Fahmi Basya tidak bertahan di pasar.
Seharusnya buku KH. Fahmi Basya “Borobudur & Peninggalan Nabi Sulaiman” ditarik dari peredaran karena itu bentuk pembodohan.
Sebuah produk yang berbahaya bagi konsumen, baik terkait fisik ataupun mental, sudah seharusnya ditarik dari peredaran karena otoritas-otoritas yang seharusnya bisa menarik peredaran buku itu hanya tinggal diam. Dan pasti, tentu saja buku bantahan itu telah melakukan uji materi atas teori KH. Fahmi Basya sebelumnya, maka Seno Panyadewa menulis buku sanggahan atasnya.
Seno Panyadewa juga membandingkan bukti-bukti dari berbagai penelitian ilmiah apakah Candi Borobudur peninggalan Dinasti Sailendra ataukah Nabi Sulaiman. Bahkan bukti-bukti mengenai lokasi sebenarnya Negeri Saba juga dibahas.
Tak hanya mengupas tentang kejanggalan-kejanggalan dalam teori Borobudur peninggalan Nabi Sulaiman, buku ini juga membahas secara mengesankan perihal sejarah Borobudur, sejarah agama Buddha dan Hindu pada saat itu, serta analisis tentang ikonografi, arsitektur, dan simbol-simbol pada Borobudur.
Tak pelak, buku ini akan memampukan Anda untuk memberikan penilaian yang lebih akurat dan objektif mengenai sejarah dan misteri yang menyelimuti monumen agung bernama Borobudur.
Teori Fahmi Basya ini sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai teori ilmiah, melainkan hanyalah suatu pseudo-science (ilmu pengetahuan semu).
Oleh sebab itu, tidak ada cendikiawan dan para ahli sejarah yang tertarik membuat buku bantahan terhadap teori ini.
Berangkat dari hal inilah, maka Seno Panyadewa menyusun buku yang berjudul Misteri Borobudur dari berbagai sumber literatur baik yang berbentuk media cetak, maupun yang tersedia online di Internet.
Buku ini ditulis untuk membantah teori “Borodubur Adalah Peninggalan Nabi Sulaiman” (disingkat sebagai BAPNS dalam buku ini) karangan KH. Fahmi Basya.
Diawali dengan kutipan isi prasasti Kayumwungan yang merupakan bukti arkeologis tak terbantahkan bahwa Borobudur didirikan oleh Dinasti Sailendra yang beragama Buddha dari kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah, buku ini disusun dalam 7 bab yang mengkaji teori BAPNS dari segi arkeologi, tinjauan ilmiah, ikonografi, arsitektur, dan bantahan umum lainnya.
Dari segi arkeologi misalnya, selain bukti prasasti, Seno Panyadewa juga menyajikan analisis paleografis atas tulisan kuno yang terpahat pada Candi Borobudur, bukti dari kitab-kitab kuno yang menyatakan pembangunan Candi Borobudur, dan catatan perjalanan para bhiksu dari Cina seperti Fa-Hien dan I-Tsing, yang semuanya dengan sangat meyakinkan membuktikan bahwa Candi Borobudur adalah peninggalan agama Buddha Mahayana aliran Tantrayana yang dibangun pada sekitar abad ke-8 atau ke-9 Masehi.
Tak bisa dibuktikan Bobodubur dipindahkan dengan kecepatan 60.000 kali kecepatan cahaya
Teori Fahmi sendiri mengandalkan prasasti emas yang ditemukan di situs Candi Ratu Boko (yang dianggap istana ratu negeri Saba) sebagai bukti arkeologis BAPNS dengan mengatakan bahwa prasasti tersebut mengandung kalimat dari ayat Al-Quran, namun sesungguhnya prasasti tersebut berisi tulisan mantra pujian untuk Rudra (nama lain Dewa Siwa yang dipuja dalam agama Hindu).

Buku rangkuman puluhan pemerhati dari sebuah forum yang diberi judul “Kelemahan teori Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman”
Candi Ratu Boko sendiri adalah miniatur vihara Abhayagiri (pusat studi agama Buddha di Sri Lanka pada abad ke-2 SM s/d abad ke-12 M) yang didirikan pada abad ke-8 M, yang kemudian digunakan sebagai tempat pemujaan agama Hindu ketika jatuh ke tangan raja yang beragama Hindu Siwaistis dalam perebutan tahta pada abad ke-9 M.
Teori BAPNS menyatakan bahwa Bobodubur dipindahkan dengan kecepatan 60.000 kali kecepatan cahaya, hal yang tidak mungkin secara ilmiah menurut teori relativitas Einstein yang belum dibuktikan.
Untuk mencapai 1x kecepatan cahaya saja, dibutuhkan sejumlah energi yang tak terbatas agar mempercepat objek dengan massa tertentu hingga dapat mencapai kecepatan cahaya 300.000 km/detik. Apalagi jika 60.000 kali kecepatan cahaya.
Selain itu, dalam teori relativitas khusus dikatakan jika benda bergerak lebih cepat daripada cahaya, ia akan berpindah ke masa lampau yang akan menyalahi prinsip kausalitas di mana “akibat” terjadi sebelum “sebab”.
Dalam fiksi ilmiah, objek yang bergerak melebihi kecepatan cahaya dapat digunakan untuk menciptakan teleportasi dan mesin waktu, namun sampai saat ini para ilmuwan belum berhasil menemukan objek yang demikian. Inilah salah satu bantahan dari segi ilmiah yang dikemukakan dalam buku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar