MASUKNYA ISLAM KE MAJAPAHIT
Kembali ke Jawa. Dewi Anarawati yang Muslim itu telah berhasil merebut hati Prabhu Brawijaya-5. Dia lantas menggulirkan rencana selanjutnya setelah berhasil menyingkirkan pesaingnya, Tan Eng Kian.
Dewi Anarawati meminta kepada Prabhu Brawijaya-5 agar saudara-saudaranya yang muslim, yang banyak tinggal dipesisir utara Jawa, dibangunkan sebuah Ashrama, sebuah Peshantian, sebuah Padepokan, seperti halnya Padepokan para Pandhita Shiva dan para Wiku Buddha.
Mendengar permintaan istri tercintanya ini, Prabhu Brawijaya-5 tak bisa menolak. Namun yang menjadi masalah, siapakah yang akan mengisi jabatan sebagai seorang Guru layaknya padepokan Shiva atau Mahawiku layaknya padepokan Buddha?
Pucuk dicinta ulam tiba, Dewi Anarawati segera mengusulkan, agar diperkenankan memanggil kakak iparnya di Kerajaan Champa, Syeh Ibrahim As-Samarqand (SyekhIbrahim Asmarakandi) yang kini ada di Champa untuk tinggal sebagai Guru di Ashrama Islam di pulau Jawa yang hendak dibangun. Dan lagi-lagi, Prabhu Brawijaya-5 menyetujuinya.
Para Pembesar Majapahit, Para Pandhita Shiva dan Para Wiku Buddha, sudah melihat gelagat yang tidak baik. Mereka dengan halus memperingatkan Prabhu Brawijaya, agar selalu berhati-hati dalam mengambil sebuah keputusan penting.
Tak kurang-kurang, Sabdo Palon Noyogenggong, seorang punakawan terdekat Prabhu Brawijaya-5 juga sudah memperingatkan agar momongan mereka ini berhati-hati, tidak gegabah. Namun, Prabhu Brawijaya-5 bagaikan orang mabuk, tak satupun nasehat orang-orang terdekatnya beliau dengarkan.
Perekonomian Majapahit sudah hamper didominasi oleh etnis China semenjak putri Tan Eng Kian diperistri oleh Prabhu Brawijaya-5, dan memang itulah misi dari Kekaisaran Tiongkok. Kini, dengan masuknya Dewi Anarawati, orang-orang Muslim-pun mendepat kesempatan besar.
Apalagi, pada waktu itu, banyak juga orang China yang Muslim. Semua masukan bagi Prabhu Brawijaya-5 tersebut, tidak satupun yang diperhatikan secara sungguh-sungguh.
Para Pejabat daerah mengirimkan surat khusus kepada Sang Prabhu yang isinya mengeluhkan tingkah laku para pendatang baru ini. Namun, tetap saja, ditanggapi acuh tak acuh.
Hingga pada suatu ketika, manakala ada acara rutin tahunan dimana para pejabat daerah harus menghadap ke ibukota Majapahit sebagai tanda kesetiaan, Pujangga Anom Ketut Suryongalam yang kemudian dikenal sebagai Ki Ageng Kutu, Adipati daerah Wengker (daerah Ponorogo sekarang), mempersembahkan tarian khusus buat Sang Prabhu. Tarian ini masih baru. Belum pernah ditampilkan dimanapun.
Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piranti tari bernama Dhadhak Merak, yaitu sebuah piranti tari yang berupa duplikat kepala harimau dengan banyak hiasan bulu-bulu burung merak diatasnya.
Dhadhak Merak ini dimainkan oleh satu orang pemain, dengan diiringi oleh para prajurid yang bertingkah polah seperti banci ( Sekarang dimainkan oleh wanita tulen). Ditambah satu tokoh yang bernama Pujangganom dan satu orang Jathilan. Sang Pujangganom tampak menari-nari acuh tak acuh, sedangkan Jathilan, melompat-lompat seperti orang gila.
Sang Prabhu takjub melihat tarian baru ini. Manakala beliau menanyakan makna dari suguhan tarian tersebut, Ki Ageng Kutu, Adipati dari Wengker yang terkenal berani itu, tanpa sungkan-sungkan lagi menjelaskan, bahwa Dhadhak Merak adalah symbol dari Kerajaan Majapahit sendiri.
Kepala Harimau adalah symbol dari Sang Prabhu. Bulu-bulu merak yang indah adalah symbol permaisuri sang Prabhu yang terkenal sangat cantik, yaitu Dewi Anarawati. Pasukan banci adalah pasukan Majapahit. Pujangganom adalah symbol dari Pejabat Teras, dan Jathilan adalah symbol dari Pejabat Daerah.
Arti sesungguhnya adalah, Kerajaan Majapahit, kini diperintah oleh seekor harimau yang dikangkangi oleh Burung Merak yang indah. Harimau itu tidak berdaya dibawah selangkangan sang burung Merak. Para Prajurid Majapahit sekarang berubah menjadi penakut, melempem dan banci, sangat memalukan!
Para pejabat teras acuh tak acuh dan pejabat daerah dibuat kebingungan menghadapi invasi halus, imperialisasi halus yang kini tengah terjadi. Dan terang-terangan Ki Ageng Kutu memperingatkan agar Prabhu Brawijaya berhati-hati dengan orang-orang Islam. Kesenian sindiran ini pada kemudian hari bahkan hingga kini, dikenal dengan nama Reog Ponorogo!

Pertunjukan Reog di Ponorogo tahun 1920. Selain Reog, terdapat pula penari Kuda Kepang dan Bujangganong. (wikipedia / COLLECTIE TROPENMUSEUM)
Mendengar kelancangan Ki Ageng Kutu, Prabhu Brawijaya-5 murka! Dan Ki Ageng Kutu, bersama para pengikutnya segera meninggalkan Majapahit. Sesampainya di Wengker, beliau mamaklumatkan perang dengan Majapahit!
Prabhu Brawijaya-5 mengutus putra selirnya, Raden Bathara Katong (kelak adalah pendiri Kabupaten Ponorogo dan juga merupakan Adipati pertama Ponorogo) untuk memimpin pasukan Majapahit, menggempur Kadipaten Wengker!
Prabhu Brawijaya-5 menjanjikan daerah ‘perdikan’. Daerah perdikan adalah daerah otonom. Beliau menjanjikannya kepada Dewi Anarawati. Dan Dewi Anarawati meminta daerah Ampeldhenta (daerah Surabaya, sekarang) agar dijadikan daerah otonom bagi orang-orang Islam. Dan disana, rencananya akan dibangun sebuah Ashrama besar, pusat pendidikan bagi kaum Muslim.
Begitu Prabhu Brawijaya menyetujui hal ini, maka Dewi Anarawati, atas nama Negara, mengirim utusan ke Champa. Meminta kesediaan Syeh Ibrahim As-Samarqand untuk tinggal di Majapahit dan menjadi Guru dari Padepokan yang hendak dibangun.

Lukisan ilustrasi seorang komandan Kerajaan Majapahit diatas kudanya sedang menyiapkan prajurit ke medan perang.
Dan permintaan kesediaan agar Syeh Ibrahim As-Samarqand untuk tinggal di Majapahit dan menjadi Guru dari Padepoka ini adalah sebuah kabar keberhasilan luar biasa bagi Raja Champa. Misi peng-Islam-an Majapahit sudah diambang mata. Maka berangkatlah Syeh Ibrahim As-Samarqand ke Jawa. Diiringi oleh kedua putranya, Sayyid ‘Ali Murtadlo (Raden Murtolo) dan Sayyid ‘Ali Rahmad (Raden Rahmad atau Bong Swie Hoo).
Sesampainya di Gresik, pelabuhan internasional pada waktu itu, mereka disambut oleh masyarakat muslim pesisir yang sudah ada disana sejak zaman Prabhu Hayam Wuruk berkuasa. Masyarakat Muslim ini mulai mendiami pesisir utara Jawa semenjak kedatangan Syeh Maulana Malik Ibrahim, yang pada waktu itu memohon menghadap kehadapan Prabhu Hayam Wuruk hanya untuk sekedar meminta beliau agar ‘pasrah’ memeluk Islam.

Maulana Malik Ibrahim / Sunan Gresik, Lahir: paruh awal abad ke 14 Masehi. Nama ayah: Jamaluddin Akbar al-Husaini, nama ibu tak diketahui. Meninggal : 1419 Masehi.
Tentu saja, permintaan ini ditolak oleh Sang Prabhu Hayam Wuruk pada waktu itu karena dianggap lancang. Namun, beliau sama sekali tidak menjatuhkan hukuman. Beliau dengan hormat mempersilakan rombongan Syeh Maulana Malik Ibrahim agar kembali pulang.
Namun sayang, di Gresik, banyak para pengikut Syeh Maulana Malik Ibrahim terkena wabah penyakit yang datang secara tiba-tiba. Banyak yang meninggal.
Dan Syeh Maulana Malik Ibrahim akhirnya wafat juga di Gresik, dan lantas dikenal oleh orang-orang Jawa Muslim dengan nama Sunan Gresik (wafat: 1419 M/882 H).
Sunan Gresik diketahui berasal dari Khasan, Persia (Iran sekarang). Perlu diketahui bahwa Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik telah datang jauh-jauh hari sebelum ada yang dinamakan Dewan Wali Sangha.
Sangha = Perkumpulan orang-orang suci, Sangha diambil dari bahasa Sansekerta. Bandingkan dengan doktrin Buddhis mengenai Buddha, Dharma dan Sangha. Kata-kata Wali Sangha lama-lama berubah menjadi Wali Songo yang artinya Wali Sembilan.
Rombongan dari Champa ini sementara waktu beristirahat di Gresik sebelum meneruskan perjalanan menuju ibukota Negara Majapahit. Sayang, setibanya di Gresik, Syeh Ibrahim As-Samarqand jatuh sakit dan meninggal dunia. Orang Jawa muslim mengenalnya dengan nama Syeh Ibrahim Smorokondi. Makamnya masih ada di Gresik sekarang.
Kabar meninggalnya Syeh Ibrahim As-Samarqand sampai juga di istana. Dewi Anarawati bersedih. Lantas, kedua putra Syeh Ibrahim As-Samarqand dipanggil menghadap. Atas usul Dewi Anarawati, Sayyid ‘Ali Rahmad diangkat sebagai pengganti ayahnya sebagai Guru dari sebuah Padepokan Islam yang hendak didirikan.
Bahkan, Sayyid ‘Ali Rahmad dan Sayyid ‘Ali Murtadlo mendapat gelar kebangsawanan Majapahit, yaitu Rahadyan atau Raden. Jadilah mereka dikenal dengan nama Raden Rahmad dan Raden Murtolo. Namun lama kelamaan, Raden Murtolo dikenal dengan nama Raden Santri, makamnya juga ada di Gresik sekarang. (Orang Jawa tidak bisa mengucapkan huruf ‘dlo’. Huruf ‘dlo’ berubah menjadi ‘lo’. Seperti Ridlo, jadi Rilo, Ramadlan jadi Ramelan, Riyadloh jadi Riyalat, dll).
Raden Rahmad (Bong Swie Hoo), disokong pendanaan dari Majapahit, membangun pusat pendidikan Islam pertama di Jawa. Para Muslim pesisir datang membantu. Tak berapa lama, berdirilah Padepokan Ampeldhenta. Istilah Padepokan lama-lama berubah menjadi Pesantren untuk membedakannya dengan Ashrama pendidikan Agama Shiva dan Agama Buddha.

Sunan Ampel / Raden Rahmad / Sayyid Ali Rahmatullah / Bong Swie Hoo. Lahir : 1401 Masehi, Nama ayah : Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Nama ibu: Dewi Chandrawulan, Meninggal: 1478 Masehi.
Lantas dikemudian hari, Raden Rahmad (Bong Swie Hoo) dikenal dengan nama Sunan Ampel. Raden Santri, mengembara ke Bima, menyebarkan Islam disana, hingga ketika sudah tua, ia kembali ke Jawa dan meniggal di Gresik.
Para pembesar Majapahit, Para Pandhita Shiva dan Para Wiku Buddha, sudah memperingatkan Prabhu Brawijaya. Sebab sudah terdengar kabar dimana-mana, kaum baru ini adalah kaum missioner. Kaum yang punya misi tertentu.
Kerajaan Malaka (1405–1511) sudah berubah menjadi Kesultanan atau Kadipaten Islam. Kerajaan Pasai juga, menjadi Kesultanan Pasai atau juga dikenal dengan Samudera Darussalam. Kerajaan Palembang juga menjadi Kesultanan Palembang Darussalam, dan kini gerakan itu sudah semakin dekat dengan pusat kerajaan Majapahit.
Semua telah memperingatkan Sang Prabhu. Tak ketinggalan pula Sabdo Palon Noyogenggong. Namun, bagaikan berlalunya angin, Prabhu Brawijaya-5 tetap tidak mendengarkannya. Raja Majapahit yang bernama asli Bhre Kertabumi yang ditakuti ini, kini bagaikan harimau yang takluk dibawah kangkangan burung Merak, Dewi Anarawati. Benarlah apa yang dikatakan oleh Ki Ageng Kutu dari Wengker dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar