MAJAPAHIT DAN KESULTANAN CHAMPA
Kondisi Majapahit stabil lagi. Hingga pada tahun 1453 Masehi, tahta Majapahit dipegang oleh Raden Kertabhumi yang lantas terkenal dengan gelar Prabhu Brawijaya (Bhre Wijaya). Nama gelar Brawijaya dipakai dari Brawijaya-1 sampai dengan Brawijaya-6. Pada zaman pemerintahan beliau inilah, Islamisasi mulai merambah wilayah kekuasaan Majapahit, dimulai dari Malaka. Dan kemudian, mulai masuk menuju ke pusat kerajaan, ke pulau Jawa.
Kisahnya adalah sebagai berikut :
Di wilayah Kamboja timur, dulu terdapat Kerajaan kecil yang masuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit, namanya Kerajaan Champa atau Campadesa / Chăm Pa / Chiêm Thành (Sekarang hanya menjadi perkampungan Champa di Vietnam).
Kerajaan ini berubah menjadi Kerajaan Islam semenjak Raja Champa memeluk agama baru itu. Keputusan ini diambil setelah seorang ulama Islam yang datang dan berkhotbah dari Samarqand, Bukhara. (Sekarang didaerah Rusia Selatan). Ulama ini bernama Syeh Ibrahim As-Samarqand. Selain berpindah agama, Raja Champa bahkan mengambil Syeh Ibrahim As-Samarqand sebagai menantu.

Kerajaan Champa (kini daerah Vietnam). Wilayah Champa sekitar tahun 1100 SM, digambarkan dalam warna hijau, terletak di sepanjang pantai Vietnam. Ke utara (warna kuning) terletak Đại Việt; ke barat (warna biru), Angkor.
Raja Champa memiliki dua orang putri. Yang sulung bernama Dewi Candrawulan dan yang bungsu bernama Dewi Anarawati. Syeh Ibrahim As-Samarqand dinikahkan dengan Dewi Candrawati.
Dari hasil pernikahan ini, lahirlah dua orang putra, yang sulung bernama Sayyid ‘Ali Murtadlo, dan yang bungsu bernama Sayyid ‘Ali Rahmad.
Karena berkebangsaan Champa (Indo-china), Sayyid ‘Ali Rahmad juga dikenal dengan nama Bong Swie Hoo. (Nama Champa dari Sayyid ‘Ali Murtadlo, Raja Champa, Dewi Candrawulan dan Dewi Anarawati, saya belum mengetahuinya).
Kerajaan Champa masih dibawah kekuasaan Kerajaan Besar Majapahit yang berpusat di Jawa. Pada waktu itu Majapahit diperintah oleh Bre Kertabhumi atau Prabhu Brawijaya-5 (raja ke-11 Majapahit) semenjak tahun 1453 Masehi.
Beliau didampingi oleh adiknya Raden Purwawisesha atau Girishawardhana atau Brawijaya-3 (raja ke-9 Majapahit) sebagai Mahapatih. Pada tahun 1466, Raden Purwawisesha mengundurkan diri dari jabatannya, dan sebagai penggantinya diangkatlah Bhre Pandhansalas atau Suraprabhawa atau Brawijaya-4 (raja ke-10 Majapahit).
Namun dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1468 Masehi, Bhre Pandhansalas juga mengundurkan diri. Praktis semenjak tahun 1468 Masehi pada saat Brawijaya-5 atau Bhre Kertabumi, maka gelar Prabhu Brawijaya-5 memerintah Majapahit tanpa didampingi oleh seorang Mahapatih.
Apakah gerangan dalam masa pemerintahan Prabhu Brawijaya-5 terjadi dua kali pengunduran diri dari seorang Mahapatih? Sebabnya tak lain dan tak bukan karena Prabhu Brawijaya-5 terlalu lunak dengan etnis China dan orang-orang Muslim.
Diceritakan, begitu Prabhu Brawijaya-5 naik tahta, Kekaisaran Tiongkok mengirimkan seorang putri China yang sangat cantik sebagai persembahan kepada Prabhu Brawijaya-5 untuk dinikahi.
Hal ini dimaksudkan sebagai tali penyambung kekerabatan antara Kerajaan Majapahit dengan Kekaisaran Tiongkok.
Putri dari Kekaisaran Tiongkok ini bernama Tan Eng Kian. Sangat cantik. Tiada bercacat.
Karena kecantikannya, setelah Prabhu Brawijaya-5 menikahi putri dari Tiongkok ini, praktis beliau hampir-hampir melupakan istri-istrinya yang lain. Prabhu Brawijaya-5 banyak memiliki istri, dari berbagai istri beliau, lahirlah tokoh-tokoh besar. Pada kesempatan lain, saya akan menceritakannya.
Ketika putri Tan Eng Kian tengah hamil tua, rombongan dari Kerajaan Champadatang menghadap. Raja Champa sendiri yang datang, diiringi oleh para pembesar Kerajaan dan ikut juga dalam rombongan, Dewi Anarawati atau nama lainnya adalah Dwarawati.
Raja Champa banyak membawa upeti sebagai tanda takluk. Dan salah satu upeti yang sangat berharga adalah, Dewi Anarawati sendiri. Melihat kecantikan putri berdarah Indo-China ini, Prabhu Brawijaya terpikat.
Dan begitu Dewi Anarawati telah beliau peristri, Tan Eng Kian, putri China yang tengah hamil tua itu, seakan-akan sudah tidak ada lagi di istana. Perhatian Prabhu Brawijaya kini beralih kepada Dewi Anarawati.
Saking tergila-gilanya, manakala Dewi Anarawati meminta agar Tan Eng Kian disingkirkan dari istana, Prabhu Brawijaya menurutinya.
Kemudian, Tan Eng Kian diceraikan. Lantas putri China yang malang ini diserahkan kepada Adipati Palembang, Arya Damar untuk diperistri.
Adipati Arya Damar sesungguhnya juga peranakan China. Dia adalah putra selir Prabhu Wikramawardhana, Raja Majapahit yang sudah wafat yang memerintah pada tahun 1389-1429 Masehi, dengan seorang putri China pula.
Nama China Adipati Arya Damar adalah Swan Liong. Menerima pemberian seorang janda dari Raja adalah suatu kehormatan besar. Perlu dicatat, Swan Liong adalah China Muslim.
Dia masuk Islam setelah berinteraksi dengan etnis China di Palembang, dari keturunan pengikut Laksamana Muslim asal Tiongkok Cheng Ho (Zheng He) yang sudah tinggal lebih dahulu di Palembang.
Oleh karena itulah, Palembang waktu itu adalah sebuah Kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit yang bercorak Islam. Artinya, para era Kekuasaan Majapahit, sudah ada kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.
Adipati Arya Damar menunggu kelahiran putra yang dikandung Tan Eng Kian sebelum ia menikahinya. Begitu putri China ini selesai melahirkan, dinikahilah dia oleh Arya Damar.
Anak yang lahir dari rahim Tan Eng Kian, hasil dari pernikahannya dengan Prabhu Brawijaya-5, adalah seorang anak lelaki. Diberi nama Tan Eng Hwat. Karena ayah tirinya Muslim, dia juga diberi nama muslim, Hassan.
Kelak di Jawa, dia terkenal dengan nama Raden Patah atau Jin Bun bergelar Senapati Jimbun atau Panembahan Jimbun (lahir: Palembang, 1455; wafat: Demak, 1518) adalah pendiri dan raja Demak pertama dan memerintah tahun 1500-1518.
Dari hasil perkawinan Arya Damar dengan Tan Eng Kian, lahirlah juga seorang putra, diberinama Kin Shan, sebagai adik tiri Raden Patah. Nama muslimnya adalah Hussein. Kelak di Jawa, dia terkenal dengan nama Adipati Pecattandha, atau Adipati Terung yang terkenal itu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar